Empat Teori Pembelajaran
TEORI
BELAJAR
by: YuliatiND
1.
Teori Kognitif Menurut Jean Piaget
Teori kognitif,
mengatakan bahwa belajar bukan hanya sekedar melibatkan hubungan stimulus dan
respon, tetapi belajar pada hakekatnya melibatkan proses berfikir yang sangat
kompleks. Belajar adalah usaha mengaitkan pengetahuan baru ke dalam struktur
berfikir yang sudah dimiliki individu, sehingga membentuk struktur kognitif
baru yang lebih.
Menurut Jean
Piaget bahwa proses belajar akan terjadi apabila ada aktivitas individu
berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Pertumbuhan dan perkembangan
individu merupakan suatu proses sosial. Individu tidak berinteraksi dengan
lingkungan fisiknya sebagai suatu individu terikat, tetapi sebagai bagian dari
kelompok sosial. Akibatnya lingkungan sosialnya berada di antara individu
dengan lingkungan fisiknya. Interaksi individu dengan orang lain memainkan
peranan penting dalam mengembangkan pandangannya terhadap alam. Melalui
pertukaran ide-ide dengan orang lain, individu yang tadinya memiliki pandangan
subyektif terhadap sesuatu yang diamatinya akan berubah pandangannya menjadi obyektif.
Selain itu, Piaget
mengemukakan bahwa, perkembangan kognitif memiliki peran yang sangat penting
dalam proses belajar. Perkembangan kognitif pada dasarnya merupakan proses
mental. Proses mental tersebut pada hakekatnya merupakan perkembangan kemampuan
penalaran logis (development of ability to respon logically). Bagi
Piaget, berfikir dalam proses mental tersebut jauh lebih penting dari sekedar
mengerti. Semakin bertambah umur seseorang, maka semakin kompleks susunan sel
syarafnya dan semakin meningkat pula kemampuan kognitifnya.
Jadi, setiap
individu mampu mengalami kemajuan tingkat perkembangan kognitif atau
pengetahuan ke tingkat yang lebih tinggi. Sehingga pengetahuan yang dia miliki
dapat dibentuk dan dikembangkan oleh dia sendiri melalui interaksi dengan
lingkungan yang terus menerus berubah. Oleh karena itu, proses pendidikan bukan
hanya sekedar mentransfer knowledge, tetapi bagaimana merangsang
struktur kognitif individu sehingga mampu melahirkan pengetahuan dan
temuan-temuan baru.
2.
Teori Behavioristik
Teori behavioristik menjelaskan
bahwa belajar adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai
secara konkert. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulan) yang
menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum
mekanistik.
Kemudian teori ini dikembangkan oleh
Edward L. Thorndike (1874-1949) dengan melakukan eksperimen dengan
menggunakan hewan-hewan terutama kucing untuk mengetahui fenomena belajar pada
tahun 1890an. Cara yang digunakan oleh Edward L. Thorndike adalah dia
menggunakan seekor kucing yang lapar, kemudian ditempatkan dalam sangkar
berbentuk kotak berjeruji yang dilengkapi dengan perlatan, seperti pengungkit, gerendel pintu, dan tali
yang menghubungkan pengungkit dengan gerndel tersebut. Peralatan tersebut
ditata sedemikian rupa sehingga memungkinkan kucing tersebut memperoleh makanan
yang tersedia di depan sangkar tadi. Hal tersebut merupakan puzzle box (peti
teka-teki), yang dimana situasi stimulus tersebut dapat merangsang kucing untuk
bereaksi melepaskan diri dan memperoleh makanan yang ada di muka pintu.
Mula-mula kucing tersebut mengeong, mencakar, melompat, dan berlari –larian,
namun gagal. Akhirnya dengan cara kebetulan kucing berhasil menekan
pegungkit dan sangkar tersebut terbuka.
Eksperimen ini dinamakan dengan instrumental
conditioning, artinya tingkah laku yang dipelajari berfungsi sebagai
instrumental (penolong) untuk mencapai hasil atau ganjaran yang
dikehendaki.Berdasarkan eksperimen tersebut, Edward L. Thorndike menyimpulkan bahwa
belajar adalah hubungan antara stimulus dan respon.
3.
Teori Konstruktivisme
Kontruktivisme merupakan salah satu
aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan
konstruksi (bentukan) kita sendiri, bukan imitasi dari kenyataan, bukan
gambaran dunia kenyataan yang ada. Selain itu, pengetahuan bukanlah tentang
hal-hal yang terlepas dari pengamat, tetapi merupakan ciptaan manusia yang
dikonstruksikan dari pengalaman atau dunia yang dialaminya. Proses pembentukan
ini berjalan terus menerus, dan setiap kali terjadi reorganisasi atau
rekonstruksi karena adanya pengalaman baru.
Menurut teori Vygotsky dalam
pendidikan memiliki dua implikasi utama yaitu dikehendakinya setting kelas
berbentuk pembelajaran kooperatif antar kelompok-kelompok siswa dengan
kemampuan yang berbeda, sehingga siswa dapat berinteraksi dalam mengerjakan
tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan
masalah yang efektif di dalam daerah pengembangan terdekat/proksimal
masing-masing dan pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran menekankan perancahan
(scaffolding). Dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik melaksanakan
aktivitas belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sejawat yang
mempunyai kemampuan lebih. Interaksi sosial ini memacu terbentuknya ide baru
dan memperkaya perkembangan intelektual peserta didik.
Jadi pembelajaran dalam teori ini
siswa diharapkan mampu berinteraksi dengan lingkungan sehingga mereka dapat
menemukan sesuatu yang baru dan dapat memperkaya perkembangan intelektual
mereka.
4.
Teori Humanistik
Dihadapkan
pada dua pilihan antara behaviorisme dan psikoanalisis yang termasuk
kognitivisme banyak pakar psikologi di
era tahun 1950-an dan 1960-an yang memilih ke alternatif konsepsi psikologis
sifat dasar manusia. Freud telah memusatkan perhatian pada kekuatan sisi gelap
ketidaksadaran, dan Skinner hanya tertarik pada pengaruh penguatan dari
perilaku yang dapat diamati. Lahirlah Psikologi Humanistik untuk menjawab
berbagai pertanyaan tentang kesadaran pikiran, kebebasan kemauan, martabat
manusia, kemampuan untuk berkembang dan kapasitas refleksi diri. Karena menjadi
alternatif terhadap behaviorismedan kognitivisme, Psikologi humanistik atau
humanisme menjadi lebih terkenal sebagai “kekuatan ketiga.”
Humanisme
dipelopori oleh pakar psikologi Carl Rogers dan Abraham Maslow.
Menurut Rogers, semua manusia yang lahir sudah membawa dorongan untuk
meraih sepenuhnya apa yang diinginkan dan berperilaku dalam cara yang konsisten
menurut diri mereka sendiri. Rogers, seorang psikoterapis, mengembangkan
person-centered therapy, suatu pendekatan yang tidak bersifat menilai ataupun
tidak memberi arahan yang membantu klien mengklarifikasi dirinya tentang siapa
dirinya sebagai suatu upaya fasilitasi proses memperbaiki kondisinya. Hampir
pada saat yang bersamaan, Maslow mengemukakan teorinya bahwa semua orang
memiliki motivasi untuk memenuhi kebutuhannya yang bersifat hierarkhis. Pada
bagian paling bawah dari hirarkhi ini adalah kebutuhan-kebutuhan fisikal
seperti rasa lapar, haus, dan mengantuk. Di atasnya adalah kebutuhan akan rasa
aman, kebutuhan akan rasa memiliki dan cinta, dan kepercayaan diri yang
berkaitan dengan kebutuhan akan status dan pencapaian. Ketika berbagai
kebutuhan ini terpenuhi, Maslow yakin, orang akan meraih aktualisasi diri,
suatu puncak pemenuhan kebutuhan dari seseorang. Sebagaimana kata Maslow,
“Seorang musisi haruslah mencipta lagu, seorang pelukis harus melukis, seorang
penyair harus menulis puisi, jika ia ingin damai dengan dirinya. Apa yang ia
mampu lakukan, ia harus lakukan.”
Komentar
Posting Komentar